Studi bentuk lahan merupakan studi yang menitikberatkan pada bentuklahan penyusun konfigurasi permukaan bumi. Proses yang terjadi di permukaan bumi selalu mengalami perubahan dari waktu-kewaktu sebagai proses geomorfologi. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi spasial suatu wilayah dapat di deteksi dengan mudah. Penggunaan data penginderaan jauh dan SIG (Sistem Informasi Geografis) dalam ekstraksi informasi mengenai keruangan dan kewilayahan dapat digunakan untuk pengkajian wilayah secara menyeluruh dalam hubungannya dengan sumberdaya permukaan. Citra Landsat TM merupakan sensor citra penginderaan jauh yang sering digunakan pada saat ini, Identifikasi bentuklahan dengan mudah dilakukan dengan menggunakan citra yaitu dengan mengaitkan berbagai parameter dipermukaan. Tujuan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi bentuklahan di wilayah Cagar Alam Geologi Karangsambung yang mempunyai potensi ilmiah dalam mempelajari ilmu kebumian dengan menggunakan wahan citra satelit. Metode yang digunakan menggunakan analisis 3 dimensi hasil pengolahan vektor dari garis kontur dan juga menggunakan analisis intepretasi secara visual citra Landsat TM komposit warna 452. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini bahwa Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung mempunyai 3 jenis bentuk lahan, yaitu bentukan lahan asal proses struktural (perbukitan patahan, lembah antiklin, gawir, igir perbukitan antiklin) ; bentukan lahan asal proses fluvial (gosong sungai, sungai teranyam, meandering, dataran banjir, dataran aluvial, point bar, pothole) ; dan bentuklahan asal proses denudasional (perbukitan terisolasi).

Citra Landsat TM merupakan sensor citra penginderaan jauh yang sering digunakan pada saat ini, citra ini mempunyai 7 Saluran yang terdiri dari spektrum tampak pada saluran 1, 2, dan 3, spektrum inframerah dekat pada saluran 4, 5, dan 7 dan spektrum inframerah termal pada saluran 6. resolusi spasial pada saluran 1- 5 dan 7 mencapai 30 meter, sedangkan untuk saluran 6 resolusi spasial mencapai 60 meter. Analisis digital mempermudah dalam mendeteksi fenomena permukaan, adanya transformasi nilai digital yang dapat menonjolkan tema-tema tertentu sesuai dengan kebutuhan mempermudah dalam melakukan intepretasi citra. James (1996) menyatakan “indeks vegetasi” merupakan suatu ukuran kuantitatif berdasarkan nilai digital citra satelit untuk mengukur biomasa suatu vegetasi. Salah satu indeks vegetasi adalah Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) yang merupakan kombinasi antara teknik penisbahan dengan teknik pengurangan citra. Hartono, dkk (2005).
Dalam melakukan analisis mengenai bentuklahan pada penelitian ini dilakukan dua tahap, yang pertama dilakukan dengan analisis SIG dan yang kedua dengan intepretasi citra. Analisis dengan menggunakan sistem informasi geografis diperlukan suatu data kenampakan tiga dimensional yang memperlihatkan kondisi topografi wilayah. Dengan menggunakan ektensi 3D modeling pada software pengolah data vektor data dasar yang berupa garis kontur wilayah dirubah dalam bentuk TIN (Triangular Irregular Network) yaitu berupa garis-garis yang membentuk segitiga yang tidak beraturan guna menggambarkan kenampakan 3 dimensional.
saluran komposit warna semu RGB 452 citra landsat TM yang menonjolkan kenampakan topografi, dengan mengunakan saluran tersebut igir-igir perbukitan serta alur dan riil aliran dapat terlihat dengan jelas. Warna merah (R) diberikan pada saluran 4 (inframerah dekat) yang mempunyai panjang gelombang 0,78 µm – 0,90 µm, saluran ini peka terhadap pantulan vegetasi. Warna hijau (G) diberikan pada saluran 5 (inframerah tengah) yang mempunyai panjang gelombang 1,55 µm – 1,75 µm, saluran ini peka terhadap pantulan tanah kering, sedangkan warna biru (B) diberikan pada saluran 2 (Hijau) yang mempunyai panjang gelombang 0,53 µm – 0,61 µm, saluran ini peka terhadap pantulan tanah kering dengan sedikit vegetasi dan tubuh air. Penggabungan dari tiga saluran ini (gambar. 4) memperlihatkan dengan jelas ukiran-ukiran permukaan bumi, pada citra tersebut juga terlihat permukaan yang terkesan keras, permukaan dengan resistensi erosi tinggi dan rendah, perbedaan topografi serta terlihat jelas riil-riil pengalirannya. Dengan menggunakan dasar intepretasi bentuklahan wilayah penelitian dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu bentuklahan bentukan asal struktural (S), bentuklahan bentukan asal fluvial (F) serta bentuklahan bentukan asal denudasional (D).
Bentuklahan struktural merupakan bentuklahan yang diakibatkan keran adanya tenaga endogen yang bekerja, sehingga terjadi adanya patahan dan lipatan di permukaan bumi. Bentuklahan struktural di kawasan cagar alam geologi karangsambung terdapat berbagai macam bentukan lahan asal proses struktural, bentuklahan pada zona lipatan meliputi lembah antiklin, igir lembah antiklin, gawir, sedangkan pada zona patahan terdapat bentuklahan berupa perbukitan-pegunungan sesar. Pada zona lipatan (S1) merupakan daerah dengan umur batuan tersier sedangkan pada zona patahan (S2) sebagian besar merupakan daerah pra tersier yang sering di sebut daerah melang. Pada bentuklahan daerah patahan mempunyai tekstur yang kasar dengan bentuk yang tidak teratur serta mempelihatkan kesan topografi tinggi yang seragam dan alur sungai rapat dengan pola yang seragam, hal ini menandakan bahwa permukaannya tersusun oleh batuan-batuan yang kompak serta proses erosi intensif yang tidak mampu menggerus permukaan secara utuh. Bentuklahan struktural lipatan pada daerah penelitian merupakan suatu aniklin yang telah tererosi/terdenudasi sehingga membentuk suatu lembah antiklin yang menyerupai seperti tapal kuda (gambar. 4). Akibat adanya denudasi tersebut maka munculan bentukan-bentukan lahan lainnya seperti gawir (pada sisi lereng bagian dalam lembah antiklin), serta igir-igir lembah antiklin.
Bentukan lahan asal proses fluvial merupakan bentuklahan yang diakibatkan karena adanya proses aliran air permukaan. Pada lokasi penelitian mempunyai karakteristik yang unik hal ini dilihat dari sistem sungai yang terbentuk pada dominan topografi berbukit, jenis sungai mempunyai jenis dendritik dan rektangular dengan erosi dan sedimentasi yang intensif. Bentukan lahan proses fluvial pada daerah ini meliputi gosong sungai, sungai meander, sungai teranyam, point bar dan pothole, dataran banjir, serta dataran aluvial. Adanya hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan sebagian besar akan menjadi aliran permukaan akibat dari kondisi permukaan yang mempunyai kandungan tanah tipis, jenis lempung serta terdapat banyaknya singkapan. Lokasi dengan topografi sebagian besar berbukit nilai aliran permukaan sangat tinggi sehingga proses erosi, transportasi dan deposisi terjadi dengan cepat. Aliran permukaan yang masuk pada sistem sungai akan menggerus batuan/permukaan yang lunak, dan apabila terdapat dinding/permukaan sungai yang keras akan terjadi pembelokan arah dan sungai menjadi meandering, dalam bentukan tersebut akan disertai juga dengan pembentukan pothole dan point bar, dengan berangsurnya waktu dan proses masih yang intensif terjadi cut-off pada lengkungan sungai.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar